Rabu, 19 September 2018

Materi 3: Landasan Filosofi Pengembangan Kurikulum bidang Epistemologi

Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat penting, sehingga apabila kurikulum diibaratkan sebagai sebuah bangunan gedung yang tidak menggunakan landasan atau pondasi yang kuat, maka ketika diterpa angin atau terjadi goncangan, bangunan gedung tersebut akan mudah roboh. Demikian pula halnya dengan kurikulum, apabila tidak memiliki dasar pijakan yang kuat, maka kurikulum terebut akan mudah terombang-ambing dan yang akan dipertaruhkan adalah manusia (peserta didik) yang dihasilkan oleh pendidik itu sendiri.
Landasan pengembangan kurikulum berkaitan dengan tujuan pendidikan. Terdapat beberapa landasan utama dalam pengembangan kurikulum, Robert S. Zais (1976) mengemukakan empat landasan pengembangan kurikulum, yaitu : Philosopy and nature of knowledge, society and culture, the individualdan learning theory.  Keempat landasan  pengembangan suatu kurikulum dapat dikelompokkan sebagai berikut.

Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum

Pengertian Filsafat

Istilah filsafat adalah terjemahan dari bahasa inggris "phylosophy" yang berasal dari perpaduan dua kata Yunani Purba "philien" yang berarti cinta (love), dan "sophia" (wisdom) yang bearti kebijaksanaan. Jadi secara etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau lofe of wisdom. Secara operasional filsafat mengandung dua pengertian, yakni sebagai proses (berfilsafat) dan sebagai hasil berfilsafat (sistem teori atau pemikiran). Dua dari lima definisi filsafat yang dikemukakan Titus menunjukkan pengertian di atas: "Phyloshopy is a method of reflective thinking and reasoned inquiry; piloshopy is a group of theories or systems of though". Dalam kaitanya dengan definisi filsafat sebagai proses, Socrates mengemukakan bahwa filsafat adalah cara berpikir secara radikal, menyeluruh, dan mendalam atau cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalm-dalamnya.
Berdasarkan luas lingkup yang menjadi objek kajiannya, filsafat dapat dibagi dalam dua cabang besar, yaitu: 1) Filsafat Umum atau Filsafat Murni, dan 2) Filsafat Khusus atau Filsafat Terapan. Cabang filsafat umum terdiri atas:
  • Metafisika, membahas hakikat kenyataan atau realistas yang meliputi (1) metafisika umum atau ontologi, (2) metafisika khusus yang meliputi kosmologi (hakikat alam semesta), teologi (hakikat ketuhanan), dan antropologi filsafat (hakikat manusia).
  • Epistemologi dan logika, membahas hakikat pengetahuan (sumber pengetahuan, metode mencari pengetahuan, kesahihan pengetahuan, dan batas-batas pengetahuan) dan hakikat penalaran (deduktif dan induktif).
  • Aksiologi, membahas hakikat nilai dengan cabang-cabangnya etika (hakikat kebaikan), dan estetika (hakikat keindahan)
Cabang – cabang filsafat khusus atau filsafat terapan, pembagiannya didasarkan pada kekhususan objeknya antara lain : filsafat hukum, filsafat sejarah, filsafat ilmu, filsafat religi, filsafat moral, dan filsafat pendidikan.

Manfaat Filsafat Pendidikan

  • Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa kemana anak-anak melalui pendidikan di sekolah? Sekolah adalah suatu lembaga yang didirikan untuk mendidik anak-anak ke arah yang dicita-citakan oleh masyarakat, bangsa, dan negara
  • Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai. Manusia yang bagaimanakah yang harus diwujudkan melalui usaha-usaha pendidikan itu?
  • Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha pendidikan
  • Tujuan pendidikan memungkinkan si pendidik menilai usahanya, hingga mananya tujuan itu tercapai
  • Tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi kegiatan-kegiatan pendidikan
Pengembangan kurikulum membutuhkan filsafat sebagai acuan atau landasan berfikir. Kajian-kajian filosofis tentang kurikulum akan berupaya menjawab pemasalahan-permasalahan sekitar: (1)  bagaimana seharusnya tujuan pendidikan itu dirumuskan, (2) Isi atau materi pendidikan yang bagaimana yang seharusnya disajikan kepada siswa, (3) Metode pendidikan apa yang seharusnya digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan, dan (4) Bagaimana peranan yang seharusnya dilakukan pendidik dan peserta didik.
Jawaban atas permasalahan-permasalahan tersebut akan sangat bergantung pada landasan filsafat mana yang digunakan sebagai asumsi atau sebagai titik tolak pengembangan kurikulum. Landasan filsafat tertentu beserta konsep-konsepnya yang meliputi konsep metafisika, epistemologi, logika, dan aksiologi berimplikasi terhadap konsep-konsep pendidikan yang meliputi rumusan tujuan pendidikan, isi pendidikan, metode pendidikan,peran pendidik dan peserta didik. Konsep metafisika berimplikasi terhadap perumusan tujuan pendidikan terutama tujuan umum pendidikan yang rumusannya ideal dan umum, konsep hakikat manusia berimplikasi khususnya terhadap peranan pendidik dan peserta didik, konsep hakikat pengetahuan berimplikasi terhadap isi dan metode pendidikan, dan konsep aksiologi berimplikasi terutama terhadap perumusan tujuan umum pendidikan.

Landasana Filsafat Pengembangan Kurikulum Cabang Epistemologi

Secara etimolpogis, “epistimologi” berakar dai bahasa Yunani “episteme” yang berarti pengetahuan atau ilmu pengetahuan dan “logos” yang juga berarti pengetahuan. Jadi, epistimologi berarti pengetahuan yang sering disebut “teori pengetahuan”. Epistemologi yaitu, pengetahuan yang berusaha menjawab pertnyaan-pertanyaan, seperti apakah pengetahuan dan bagaimana cara manusia memperoleh pengetahuan. Setiap pengetahuan manusia itu adalah hasil dari benda atau diperiksa, diseilidiki dan akhirnya diketahui. Epistemologi membahas sumber, proses, syarat, batas fasilitas dan hakikat pengetahuan yang memberikan jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran kepada peserta didiknya. Epistemologi diciptakan oleh plato dan pertama kali digunakan oleh J.F.Ferier di abad ke-19 pada Institute of Metaphisics (1854). Epistemologi merupakan nama lain dari logika material atau logika mayor yang membahas isi pikiran manusia tentang pengetahuan.
Setiap negara tentu mempunyai filsafat yang berbeda. Artinya, landasan filosofis dan tujuan pendidikannya juga berbeda. Di Indonesia, landasan filosofis pengembangan sistem pendidikan nasional secara formal adalah pancasila yang terdiri atas lima sila, yaitu: Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Implikasiya bagi pengembangan kurikulum adalah (a) nilai-nilai pancasila harus dipelajari secara mendalam dan komperhensif sesuai sifat dan kajian filsafat baik dalam ontologi, epistemologi, dan aksiologi, (b) kelima sila tersebut berisi nilai-nilai moral yang luhur sebagai dasar dan sumber dalam merumuskan tujuan pendidikan pada setiap tingkatan, memiliki dan mengembangkan isi/bahan kurikulum, strategi pembelajaran, media pembelajaran dan sistem evaluasi.
Selanjutnya, akan dijelaskan secara singkat tentang kelima sila dalam pancasila dalam perspektif epistemologi sebagai berikut.
  • Ketuhanan yang Maha Esa

Pemikiran tentang apa dan bagaimana sumber pengetahuan manusia diperoleh melalui akal atau pancaindra dan dari ide atau Tuhan. Pancasila bersumber dari bangsa indonesia yang prosesnya melalui perjuangan rakyat. Melalui pancasila, kita dapat mengetahui apakah ilmu itu diperoleh melalui rasio atau datang dari tuhan.
  • Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Pada Dasarnya manusia merupakan subjek yang potensial dan aktif, berkesadaran, tau atas eksistensi diri dan dunia. Jika guru memiliki moral atau etika, tentu tidak ada lagi guru yang berbuat kekerasan dan kesewenangan terhadap peserta didik atau sesama guru lainnya. Pancasila adalah ilmu yang diperoleh melalui perjuangan dan sesuai dengan logika. Komunikasi antara guru dan peserta didik akan memperjelas bahan-bahan pelajaran, sehingga dapat menyamakan persepsi yang diperoleh dari berbagai sumber. Seorang guru tida boleh memonopoli kebenaran. Pengetahuan yang dimiliki seseorang menunjukkan kualitas dan martabat kepribadiannya
  • Persatuan Indonesia
Proses terbentuknya pengetahuan manusia merupakan hasil dari kerja sama atau hasil hubungannya dengan lingkungan. Hubungan yang baik antara potensi dasar dengan lingkungan akan membentuk pengetahuan. Misalnya, sosiologi yang mempelajari hubungan antar sesama manusia. Hubungan antar manusia tersebut memerlukan suatu landasan, yaitu pancasila. Jadi, kita perlu mengetahui ciri-ciri masyarakat dan bagaimana terbentuknya suatu masyarakat.
  • Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Manusia diciptakan oleh tuhan sebagai pemimpin dimuka bumi ini untuk memakmurkan umat manusia. Seseorang pemimpin tentu harus bertindak dan bersikap secara bijak. Untuk menjadikan orang yang bijak, maka peran pendidikan sangat besar, baik pendidikan formal, informal dan nonformal. Guru juga adalah seorang pemimpin, karena itu ia harus belajar ilmu keguruan agar dapat melaksanakan proses secara bijak. Jika ada persoalan harus diselesaikan melalui musyawarah untuk mufakat
  • Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia 
Adil dapat diartikan seimbang, seperti seimbang antara "ilmudunia" dengan "ilmu akhirat", seimbang antara "IPTEK" dengan "IMTAQ". Untuk itu diperlukan pendidikan formal, informal, dan nonformal. Program pendidikan harus diupayakan juga untuk mengentaskan kemiskinan, sehingga dikotomi "si kaya" dengan "si miskin" dapat diperkecil atau mungkin dapat dihilangkan.

Aliran-aliran Filsafat Pendidikan

Menurut Redja Mudyahardjo (1989), terdapat tida sistem pemikiran filsafat yang sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya, dan pemikiran di Indonesia pada khususnya, yaitu: Idealisme, Realisme, dan Pragmatisme. Redja Mudyahardjo (2001) merangkup konsep-konsep ketiga aliran filsafat tersebut terhadap pendidikan sebagai berikut.

Idealisme 

Aliran idealisme mengandung bahwa kebenaran itu datangnya dari "Yang Maha Kuasa". Manusia tidak dapat melihatnya secara lengkap apalagi menciptakannya. Aliran idealisme beranggapan bahwa pengetahuan datangnya dari kekuasaan yang maha tinggi, seperti yang telah ditemukan oleh para pemikir terdahulu. Demikian dengan norma seluruhnya telah diatur oleh "Yang Maha" itu. Manusia tidak perlu meragukan kebenaran selain mematuhinya.
Konsep filsafat Epistemologi (Hakikat Pengetahuan): Pengetahuan yang benar diperoleh melalui intuisi dan pengingatan kembali melalui berpikir. Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai oleh beberapa orang yang memiliki akal pikiran yang cemerlang; sebagian besar manusia hanya sampai pada tingkat pendapat.

Realisme

Aliran realisme memandang bahwa manusia dapat menemukan dan mengenal realitas sebagai hukum-hukum universal, hanya saja dalam menemukannya dibatasi oleh kelambanan sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena itu, pengetahuan dapat diperoleh secara ilmiah melalui fakta dan kenyataan yang dapat diindra. Meskipun demikian, sesuatu itu merupakan kebenaran bila bisa dibuktikan melalui pengalaman, yang tidak dapat dibuktikan berarti bukan kebenaran. Norma dapat diubah sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Konsep filsafat Epistemologi (Hakikat Pengetahuan): pengetahuan diperoleh melalui penginderaan dengan menggunakan pikiran. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan memeriksa kesesuaiannya dengan fakta

Pragmatisme

Aliran pragmatisme memandang bahwa kenyataan berada pada hubungan sosial, antara manusia dengan manusia lainnya. Berkat hubungan sosial itu, manusia dapat memperbaiki mutu kehidupannya. Pengetahuan diperoleh dari pengamatan dan konteks sosial yang berguna untuk kehidupan masyarakat. Karena yang menjadi ukuran adalah kehidupan sosial, norma juga dapat berbeda menurut kebutuhan masyarakat
Konsep filsafat Epistemologi (Hakikat Pengetahuan): Pengetahuan bersifat relatif dan terus berkembang. Pengetahuan yang benar adalah yang ternyata berguna bagi kehidupan

Berdasarkan uraian di atas maka timbullah permasalahan sebagai berikut:

  1. Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Karena tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa, maka kurikulum yang dikembangkan juga harus mencerminkan filsafat atau pandangan hidup yang dianut oleh bangsa tersebut. Setelah Indonesia mencapai kemerdekaan menggunakan pancasila sebagai dasar dan falsafah hidup dalam bermasyarakat, maka kurikulum pendidikan disesuaikan dengan nilai-nilai pancasila itu sendiri. Permasalahannya adalah apa contoh dalam pendidikan/pembelajaran yang mencerminkan bahwa nilai-nilai pancasila itu telah diterapkan, jelaskan menurut pendapat kalian masing-masing?
  2. Menurut pendapat anda, apa yang membedakan antara cabang filsafat Epistemologi dengan kedua cabang filsafat lainnya (ontologi dan aksiologi) ?
  3. Keberadaan aliran-aliran filsafat dalam pengembangan kurikulum di Indonesia dapat digunakan sebagai acuan, akan tetapi hendaknya dipertimbangkan dan dikaji terlebih dahulu kesesuaiannya dengan nilai-nilai falsafah hidup bangsa Indonesia. Menurut anda aliran filsafat manakah yang dapat diadopsi dan diterapkan dalam sistem pendidikan di Indonesia? apakah seluruh aliran tersebut dapat diterapkan semuanya atau hanya salah satunya? Jelaskan.

Sumber:
Arifin, Z., 2014. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
https://juharti.wordpress.com/kajian-kurikulum-bsap/landasan-pengembangan-kurikulum/
Tim Pengembang MKDP, 2016. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada